Karena kantuk tak juga menyerang, saia pun termenung lagi. Jendela kamar yang lupa tertutup tadi malam memperlihatkan pemandangan fajar yang begitu luar biasa. Kebetulan kamarku berada di atas, di lantai 2, di tempat paling pojok luar sehingga terlihat pemandangan di luar rumah dari jendela. Terkesan dengan itu, tanpa pikir panjang saia mengambil kursi plastik yang tergeletak di depan TV, lalu meletakannya di teras lantai atas. Lalu saia duduk, yeah, hanya duduk. Tanpa melakukan apa-apa. Hanya duduk, termenung kembali, menatap secercah cahaya di arah timur. Saia berpikir kembali, sudah berapa lama saia tidak melihat peristiwa ini, sunrise, padahal ini terjadi tiap hari. Saia lupa akan keindahan yang timbul dikala mentari menembus keperawanan malam, mengawali hari, menyinari bumi, memberi kehidupan kepada para manusia2 bumi. Semakin lama, cahaya itu semakin terang, awan2 yang sedari tadi bersembunyi malu dibalik kegelapan mulai berani menampakan dirinya. Kicau burung2 membelah keheningan pagi. Suasana sangadh damai waktu itu. Dan saia kembali berpikir, sudah seberapa lama saia tenggelam dalam jurang yang mereka sebut “kehidupan”, menghadapi betapa canggihnya teknologi dan gilanya hidup masa kini, melupakan pemandangan ini. Mereka sebut ini zaman modern. Zaman edan, zaman orang waras tak bisa berbuat apa2, zaman orang edan menggelinjang berkuasa, zaman diktator, zaman korupsi menjadi pekerjaan paling halal di antara pekerjaan haram lainnya. Saia jadi teringat bagaimana masa kecil saia. Saia berlari2an di sawah bersama seorang sahabat waktu itu, berteriak2 pada pesawat, telanjang bersama saat mandi di kali, berbajing lompat dan tertawa bersama (saia benar2 mengalami masa kecil yg edhan ini loh, papi mami saja nyampe kwalahan ama tingkah polah saia ^^) polos sekali waktu itu. Sudah sejak kapan saia lupa akan hal itu. Sudah sejak kapan saia berubah menjadi manusia yang terombang-ambing pada zaman seperti ini. Terikat pada kehidupan dunia, terikat pada peraturan, terikat pada semuanya.
2 jam saia merenung, tentang kehidupan saia sedari bayi sampai kelak akan menjadi apa saia. Ternyata perasaan inilah yang saia rindukan. Perasaan kembali pada suatu awal mula. Suatu titik balik. Dan saia terus saja merenung, tenggelam dalam lamunan tak berujung. Tetapi entah kenapa terasa sangat menyenangkan dan sangat merindukan. Rasanya ingin selamanya termenung dalam lamunan yang menyenangkan seperti itu.
Matahari sudah berada di atas awan, jam sudah menunjukan pukul 8 pagi, saia beranjak dari situ, kembali memasuki jurang kehidupan, sambil berharap menemukan cahaya di dalam kegelapan yang saia terus telusuri. Berharap ada rasa rendah hati kepada manusia-manusia lain dan ada rasa rasa rendah diri terhadap keagungan Sang Maha Segalanya. Berharap dapat dengan ikhlas menerima bahwa saia ini hanyalah mahkluk ciptaan dan dengan ikhlas pula menyembah Sang Pencipta. Dan berharap Sang Pencipta dapat mencintai saia. Dan saia harap dapat terus mengingat nikmatnya rezeki yang telah Allah berikan kepada saia dan mensyukuri nikmat itu. Itu saja. Terimakasih.
Nb.
Wuezzz….abis kemasukan opo ki aku, bisa nulis hal2 semacam ini. Edhan lah, akhir2 ini saia menjadi mellow, musik apzter tak lagi membuat menendang, justru d’cinnamon dan do as infinity yang setia mengisi playlist saia. Entah kenapa syaraf2 ini terasa mengendur. Di WC rumah pun terbesit pikiran untuk menuliskan hal seremeh ini.